Perlahan dengan rasa tak karuan
Kuputar memoriku pada suatu waktu tertentu
Menyentuh dinding kelam abu-abu
Sejujurnya kuasaku tak rela
Mengenang lara yang telah terkubur lama
Namun......aku ingin bernostalgia sekaligus menggali makna
Dua belas tahun silam
Kala dahaga cinta belum terluapkan
Dan ratap tangis belum mengalun sempurna
Ayah dijemput kembali ke tanahNYA
Aku kalap .... hancur, remuk dan kata tiada lagi ada
Mengisyaratkan getir....di sekujur raga juga jiwa
Sempat kain hitam membalut erat
Namun tak bergegas kusadari itu
Karena kelemahan diri dalam kubangan debu tak bertuan
Aku dan lekatan hitam itu ayah peluk mesra
Sebagai tanda akhir beradunya ikatan sanubari kita
Ternyata.... itulah pelukan terakhirku bersama ayah
Dan kini kurindui itu
Salahkah bila aku mohon pada Tuhan untuk dipertemukan
Dalam mimpi
Untuk sekedar berbincang dan memandang
Ampun Tuhan.... jika hasrati ini terdengar curam dan lantang
Sungguh tak bermaksud
Berat tuk terus bersenandung
Cukup disini kenang bertahtakan muram
Kan kusimpan dalam album biru perjalanan
Beserta sisa beberapa keindahan
Aku hanyalah setitik yang kehilangan
Masih ada titik-titik lain yang lebih nestapa
Kita hanya terpisah dimensi jarak
Tapi tetap dapat mendekat melalui tengadah tangan yang merapat
Walau kadang terselip rindu tak terperi
Kutepis jauh agar hujan tak membasahi
Ayah adalah kisah berbingkai pasrah
Dan semoga aku, ayah, dan bunda dapat bersua
Di keabadianNYA.....
Sunday, December 14, 2008
PELUKAN TERAKHIR ( Kari lestari )
ayah merangkul ( Diana )
dia menggaruk garuk punggung ibu
terelus olehnya ujung ujung kulit yang rapat
suka-suka saja baginya merayap ke bawah ketiak
baguslah ia ayah..
Saturday, November 15, 2008
DIA ITU AYAHKU ( Aga Jayadi )
Hentakan kaki seakan bergemuruh
Suara sepatu seakan bergemuruh
Hendak pergi mengucap salam
tak ada rasa lelah
tak ada rasa malas
untuk bekerja seharian
peluh yang bercucuran
tak pernah kau hiraukan
laksana santapan
kau siapa untuk memakannya
bukan mencari harta semata
tujuan hati
bukan pula menduduki jabatan
yang kau sayangi
tetapi demi menafkahi
keluarga yang dicintai
kau bagaikan
contoh teladan untukku
kau pulalah
yang mengajarkan
kita harus bisa survive
di hidup yang keras ini
sungguh jasa dan pengorbananmu
AYAH....
tidak akan ku lupa
sampai nanti
Ayah ( Nurwidiyawati Tjasmadi )
Ayahku....
17 tahun sudah aku menantikanmu
dalam hidupku yang penuh liku
17 tahun sudah aku merndukan kehadiranmu
dalam hidup yang penuh dengan harapan
Ayahku..
17 tahun sudah lamanya
kau pergi dari hidupku
meninggalkanku…tanpa tau perasaanku
taukah engkau.... wahai ayahku..
hatiku teriiris sembilu
ketika ku menginjak dunia kanak-kanak
ketika ku menginjak dunia remajaku sekarang
karena tak ada kau disisiku
Ayahku..
aku butuh kau sebagai pelindungku
pelipur lara hatiku
dan sebagai semangat hidupku
terkadang aku bertanya pada hati keciku
kenapa tuhan dengan mudahnya
ambil nyawamu
sebelum aku diberi kesempatan mengenalmu
Friday, November 14, 2008
Kepada Sopan Sopian ( Fitria Suci Sondari )
Malam kini gersang layaknya raga jauh dari peneduh
Apakah siangpun terpanggang jika malam berpaling dari tujuan?
Kan kukabarkan pada malam hingga gersang kabur
Aku takkan bersembunyi lagi
Aku memanglah batu berinti air
Tak inginku dinobatkan oleh sepi;
kucerai saja sepi sempurna itu
Kini;
mungkin kutakkan lagi sendiri dan menyepi
Malam mendekapku dengan abadi
Langit Buram,2007
Paranoid ( Sopan Sopian )
(Ketika Kau jauh)
Lalu malam menyekik alam diam-diam
Hening di luar mengagih suasana ke dalam kamar
Amboi! hening lindap memakan gelap!
--Sunyi--
Bulu kuduk perlahan berdiri
Dibalik gordeng goyang ditiup lirih angin
Ada yang muncul-hilang kadang samar
2007
lelaki, tv dan kemerdekaan ( Lukman Asya )
-setia umbara
tak ada tuhan di dalam tv
kau tak akan bisa shahadat lagi
selagi para puisi sakit hati
dan tak ingin bersahabat
dalam peradaban aneh penuh iklan
kau duduk depan tv
adalah mungkin kemerdekaan
ketakutan dalam sejarah bapa
tercatat di kitab-kitab purba
tentang zaman modern
yang akan memalingkanmu
dari suling suara burung, dari tagore
tak ada tuhan di dalam kepalsuan
cuma angin, cuma dusta
sekedar tahta ingin merdeka?
menjelang bayang dibunuh renta
mengapa masih duduk depan tv
sementara tubuhmu tak muda lagi
tanganmu kian tua dari sajak-sajak
apa kau dapat hiburan
apa kau ingin teguran
apa tuhan tiba-tiba tersenyum
mengintip gambar penyair
di kaosmu itu:ha ha.
kau jadi mayat
tak bergerak
tapi kau tersenyum seperti tuhan
menjelang aku purna
tertusuk bulan sakit. tak merdeka
(indonesia)